Sabtu, 26 September 2015

Tanggapan atas keterangan Komisi III DPR RI dalam pertimbangan hukum terkait dengan putusan Majelis Hakim MK dalam perkara uji materi Nomor 36/PUU-XIII/2015

H F Abraham Amos: Apa yang harus diributkan lagi..? Sesuai ketentuan UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi R.I. sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 41 ayat (2) berbunyi: Untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim konstitusi wajib memanggil para pihak yang berperkara untuk memberi keterangan yang dibutuhkan dan/atau meminta keterangan secara tertulis kepada lembaga negara yang terkait dengan permohonan. Selanjutnya Pasal 41 ayat (3) berbunyi: Lembaga negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib menyampaikan penjelasannya dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permintaan hakim konstitusi diterima. Dengan demikian maka tidak ada alasan hukum bagi Majelis Hakim MK untuk.menerima dan mempertimbangkan jawaban dari Komisi III DPR RI dalam pertimbangan hukum terkait dengan putusan Majelis Hakim MK dalam perkara uji materi Nomor 36/PUU-XIII/2015, oleh karena jangka waktu untuk memberikan jawaban tertulis sudah melewati batas ketentuan yakni sejak tanggal 6 Juni 2015 "dead line", akan tetapi pihak terkait Komisi III DPR RI baru mengajukan jawaban dan terdaftar di Panitera Perkara MK pada tanggal 18 Septemver 2015, itu berarti telah melewati batas waktu selama 3 bulan dan 12 hari kerja, jadi harus dianggap "daluwarsa" dan tidak dapat dipertimbangkan dalam putusan perkara Nomor 36 dengan segala akibat hukumnya yang wajib untuk ditolak dan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Majelis Hakim MK yang memeriksa dan memutus perkara permohonan uji materi a quo, (niet onvankelijk veerklaard=NO).

Setiap Putusan Mahkamah Konstitusi otomatis berlaku

Setiap Putusan Mahkamah Konstitusi otomatis berlaku Harian KOMPAS, Sabtu 26 September 2015 halaman 2 kolom Legislatif Putusan Mahkamah Konstitusi sudah berupa produk hukum. Meski undang-undang tidak direvisi, pasal yang disetujui MK otomatis sudah berlaku. (Wakil ketua DPR Taufik Kurniawan, Jumat 25 September di Kompleks Parlemen, Senayan - Jakarta)

Sabtu, 19 September 2015

SEKOLAH KNOWING VS SEKOLAH BEING atau belajar mengetahui dibanding dengan belajar menjadi

Berikut ini saya mencoba memuat tulisan yang disadur isinya seperti dibawah ini. Saya merasa sangat tertarik memuatnya karena didalamnya terdapat perbedaan yang sangat prinsipil dalam proses belajar disekolah yang terdapat diberbagai tempat yang berbeda (kata halus dari beda di Indonesia dengan di Eropa)
Satu hari saya kedatangan seorang tamu dari Eropa. Saya menawarkan padanya melihat-lihat objek- wisata kota Jakarta. Pada saat kami ingin menyeberang jalan, kawan saya ini selalu berusaha untuk mencari zebra cross. Berbeda dengan saya dan orang Jakarta lain, dengan mudah menyeberang dimana saja suka. Teman saya tetap tidak terpengaruh oleh situasi. Dia terus mencari zebra cross setiap kali akan menyeberang. Padahal di Indonesia tidak setiap jalan dilengkapi dengan zebra cross. Yang lebih memalukan ..... Meskipun sudah ada zebra cross ... tetap saja para pengemudi tancap gas, tdk mau mengurangi kecepatan, guna memberi kesempatan pada para penyeberang. Rekan saya geleng-geleng kepala mengetahui perilaku bangsa kita. Akhirnya saya coba menanyakan pandangan teman saya ini mengenai fenomena menyebrang jalan tadi.
Saya bertanya mengapa orang-orang di negara kami menyebrang tidak pada tempatnya, meskipun mereka tahu bahwa Zebra Cross itu adalah untuk menyebrang jalan. Sementara dia selalu konsisten mencari zebra Cross meskipun tidak semua jalan di negara kami dilengkapi dengan zebra cross. Pelan-pelan dia menjawab pertanyaan saya.. "It's all happened because of The Education System." Wah.. bukan main kagetnya saya mendengar jawaban rekan saya. Apa hubungan menyeberang jalan sembarangan dengan sistem pendidikan...? Dia melanjutkan penjelasannya. Di dunia ini ada dua jenis sistem pendidikan, yang pertama adalah sistem pendidikan yang hanya menjadikan anak-anak kita menjadi mahluk “Knowing” atau sekedar tahu saja, sedangkan yang lainnya sistem pendidikan yang mencetak anak-anak menjadi mahluk “Being”. Maksudnya...., ? Sekolah hanya bisa mengajarkan banyak hal untuk diketahui para siswa... Sekolah tidak mampu membuat siswa mau melakukan apa yang diketahui sebagai bagian dari kehidupannya. Anak-anak tumbuh hanya menjadi “Mahluk Knowing”, hanya sekedar "mengetahui" bahwa - zebra cross adalah tempat menyeberang, - tempat sampah adalah untuk menaruh sampah, tapi mereka tetap menyebrang dan membuang sampah sembarangan. Sekolah semacam ini biasanya mengajarkan banyak sekali mata pelajaran. Tak jarang membuat para siswanya stress dan mogok sekolah. Segala macam di ajarkan dan banyak hal yang di ujikan. Tetapi tak satupun dari siswa menerapkannya setelah ujian. Ujiannyapun hanya sekedar tahu...“Knowing”.
Di negara kami.. Sistem pendidikan benar-benar di arahkan untuk mencetak manusia2 yang : - tidak hanya tahu apa yang benar tetapi .... - mau melakukan apa yang benar sebagai bagian dari kehidupannya. Di negara kami.... Anak-anak hanya di ajarkan tiga mata pelajaran pokok. Basic Sains, Basic Art, dan Social. Dikembangkan melalui praktek langsung dan studi kasus vs kejadian nyata diseputar kehidupan mereka. Mereka tidak hanya tahu. Mereka juga mau menerapkan ilmu yang diketahui dlm keseharian hidupnya. Anak-anak ini juga tahu persis alasan mengapa mereka mau atau tidak mau melakukan sesuatu. .
Cara ini mulai di ajarkan pada anak sejak usia mereka masih sangat dini agar terbentuk sebuah kebiasaan yang kelak akan membentuk mereka menjadi mahluk “Being”. Yakni manusia-manusia yang melakukan apa yang mereka tahu benar. Wow...! Betapa sekolah begitu memegang peran yang sangat penting bagi pembentukan perilaku dan mental anak-anak bangsa. Betapa sebenarnya sekolah tidak hanya berfungsi sebagai lembaga sertifikasi yang hanya mampu memberi ijazah para anak bangsa. Kita mestinya lebih mengarahkan pendidikan untuk mencetak generasi yang tidak hanya sekedar tahu tentang hal-hal yang benar, tapi jauh lebih penting untuk mencetak anak-anak yang mau melakukan apa-apa yang mereka ketahui itu benar.... Mencetak manusia-manusia yang “Being”. Apakah tempat anak-anak kita bersekolah telah menerapkan sistem pendidikan dan kurikulum yang akan menjadikan anak-anak kita untuk menjadi mahluk “Being” atau hanya sekedar "Knowing".....

Otoritas Jasa Keuangan telah mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) No. 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian sehubungan dengan Covid-19

Otoritas Jasa Keuangan telah mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) No. 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional. Isinya akan dibe...